Rabu, 19 Mei 2010

catatan perjalanan week end to Sabang

waktu untuk membagi catatan perjalanan ke Sabang baru bisa terealisasi karena kesibukan ngajar, kesibukan membagi ilmu gratis sama adik adik mahasiswa yang ingin  belajar membuat handycraft dari limbah, serta kerjaan sampingan saya menerima order desain dan pembuatan accessories (gelang, kalung, anting dan bros).
Perjalanan ke Sabang cukup menyenangkan,  jalan kearah pantai barat sudah lumayan bagus dan licin di banding tahun lalu ketika saya pulang mengawas ujian nasional SMA di daerah Tinombo. Saat itu kami memang memilih jalan pintas lewat pantai barat karena adanya perbaikan jalan wilayah pantai timur yang membatasi kami untuk pulang cepat karena diberlakukannya buka dan tutup jalan pada jam jam tertentu.
Perjalanan saya kali ini sebenarya untuk menemani orang tua yang ingin melihat daerah kelahirannya, dan bertemu beberapa orang yang ingin dikunjungi.  Dalam perjalanan banyak informasi dan ceritra yang terkait dengan daerah yang kami kunjungi. Salah satunya adalah rumah Konsesi Perkebunan Kelapa pada zaman Belanda. Rumah ini cukup besar dan bertingkat 2 untuk ukuran zaman dahulu. Terbuat dari papan, dan belum mengalami rehab, sehingga bayangan ketuaan zaman dan ceritra tempo dulu mungkin bisa terlihat dengan memandangi rumah konsesi ini. Selain rumah konsesi kami juga menelusuri pantai yang dahulu pernah di terjang Tsunami.  Kejadian tersebut konon terjadi sebelum Pemilu Pertama di Indonesia .  Saya masih bisa  melihat sisa sisa peninggalan amukan badai Tsunami yang terjadi beberapa puluh tahun yang lalu. Sayangnya dulu belum ada televisi yang bisa mencerminkan kejadian yang terjadi akibat Tsunami.  Yang pasti sebahagian daratan bergesar menjadi lautan, tanda yang dapat dilihat adanya sisa sisa pohon besar yang ada di tengah lautan yang tadinya menupakan daratan.   banyak sisa sisa pohon kelapa dengan  batang dan akar yang tinggal seperdelapan dari tinggi pohon yang sesungguhnya. Oh iya, di daerah saya kelapa tumbuhnya menjulang tinggi ke angkasa dan di kenal dengan kelapa dalam.
Selain menyusuri pantai yang meninggalkan sisa cerita tsunami, kami juga menyempatkan waktu sekilas menepi di danau. Yang aneh sebenarnya danau ini di kenal dengan sebutan Telaga. Oleh penduduk asli  disebut dengan Talaga. Danau ini cukup besar jika disebutkan dengan nama Telaga. Tapi entahlah alasan memberi nama Telaga mungkin ada kisahnya. Yang unik lagi bahasa daerah disini kedengarannya dari segi ucapan mirip mirip dengan bahasa Inggris. Pakaian adatnya pun mungkin agak mirip dengan betawi. Entahlah sedikit  kesamaan itu datang dari mana, yang pasti budaya yang ada di daerah ini sebenarnya  bisa jadi obyek wisata yang patut di lihat. Kuliner juga mengasyikkan. hidangan wisata laut, wisata danau tersedia melimpah di sini. Dulu ketika masih SMP banyak anak anak sekolah PGAN Palu yang asalnya dari pantai barat tinggal di rumah, karena letak sekolah mereka berada di belakang rumah saya. Dari siswa siswa asal Sabang ini pula saya mengenal salah satu jenis kuliner daerah ini yang dibuat dari sagu. Namanya   'Ampiliut '.

1 komentar:

  1. Salam kenal, saya tertarik baca isi blognya ini, apalagi menyangkut kampung kita. Saya kira ada banyak lagi tulisan dan gagasan Damayanti menarik untuk ditampilkan di sini,. Bagaimana pula kabar tentang karya-karya naskah buku ibunda almarhumah. Saya ingin dapat info, apa masih terpelihara baik? bagaimana selanjutnya?

    salam jamrin: email: jamrin@plasa.com

    BalasHapus